BAHAN AJAR MATA KULIAH: EVALUASI PROSES DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI (Materi Dihimpun dari Berbagai Sumber

BAHAN AJAR MATA KULIAH: 
EVALUASI PROSES DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
(Materi Dihimpun dari Berbagai Sumber



Oleh: 
Dr. Agus Sujarwanta, M.Pd.



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2013

TOPIK:
BAGIAN 1:
KONSEP EVALUASI, PENILAIAN, DAN PENGUKURAN

Konsep Evaluasi
Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai “The process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives”. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. 
Evaluasi adalah kegiatan mengukur dan menilai. Mengukur lebih besifat kuantitatif, sedangkan menilai lebih bersifat kualitatif. Viviane dan Gilbert de Lansheere (1984) menyatakan bahwa evaluasi adalah proses penentuan apakah materi dan metode pembelajaran telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Penentuannya bisa dilakukan salah satunya dengan cara pemberian tes kepada pembelajar. Terlihat di sana bahwa acuan tes adalah tujuan pembelajaran.

Konsep Penilaian
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.

Konsep Pengukuran
Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen.
Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini seharusnya cukup dimengerti orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal ini karena antara lain kita sering kali melakukan pengukuran.

Perbedaan Evaluasi, Penilaian dan Pengukuran
Pengukuran
Menurut Mahrens; pengukuran dapat diartikan sebagai informasi berupa angka yang diperoleh melalui proses tertentu.
Menurut Suharsimi Arikunto; pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran.
Menurut Lien; pengukuran adalah sejumlah data yang dikumpul dengan menggunakan alat ukur yang objektif untuk keperluan analisis dan interpretasi.
Penilaian
Menurut Suharsimi Arikunto; menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan baik, penilaian yang bersifat kuantitatif
Menurut Mahrens; penilaian adalah suatu pertimbangan professional atau proses yang memungkinkan seseorang untuk membuat suatu pertimbangan mengenai nilai sesuatu
Evaluasi
Menurut Norman E. Grounloud; evaluasi dalah suatu proses yang sistematik dan berkesinambungan untuk mengetahui efisien kegiatan belajar mengajar dan efektifitas dari pencapaian tujuan instruksi yang telah ditetapkan
Menurut Edwin Wond dan Gerold W. Brown; evaluasi pendidikan atau proses untuk menentukan nilai dari segala sesuatu yang berkenaan dengan pendidikan
Evaluasi adalah proses pengukuran dan penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai seseorang
Assessment
Assessment adalah metode yang dikembangkan dalam ilmu manajemen untuk mengetahui job analisis. Banyak metode yang dapat dipakai, bisa bersifat deep interview, wawancara terfokus, diskusi kelompok, presentasi, dan bahkan yang paling rumit yaitu 360′ (tiga ratus enampuluh derajat) atau biasa disebut three sixty.
Assessment adalah kegiatan yang dilakukan pada awal proses manajemen keamanan sistem informasi, yang ditujukan untuk mengidentifikasikan risiko-risiko beserta bentuk kontrol yang perlu diadakan untuk mengurangi risiko tersebut
Penilaian yang dilandasi oleh kemampuan siswa dalam proseses belajar dan kemampuan guru dalam memodifikasi pembelajaran sesuai dengan kapasitas daya serap belajar siswa di kelas
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa

Rangkuman:
Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. 
Penilaian bersifat kualitatif. Menilai adalah kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan.
Pengukuran bersifat kuantitatif yang membandingkan hasil tes dengan standar yang ditetapkan. 
Perbedaan spesifikasi untuk pengertian masing-masing:
Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar.
Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.
BAGIAN 2:

Pendahuluan
            Pendekatan saintific atau pendekatan ilmiah merupakan pengetahuan yang bersifat empiris. Di dalam khasanah pengetahuan, pendekatan ini menekankan observasi langsung dan eksperimen sebagai cara untuk menjawab pertanyaan. Pada dasarnya, ilmu pengetahuan mempunyai cara spesifik untuk menganalisis informasi dengan tujuan untuk pengujian. Cara spesifik yang membuat ilmu pengetahuan ilmiah berbeda dengan  pengetahuan non-ilmiah adalah penggunaan apa yang dikenal sebagai metode ilmiah. Pendekatan non-ilimiah atau non-saintific memperoleh pengetahuan melibatkan jenis berpikir informal. Pendekatan ini dapat dianggap sebagai cara yang tidak kritis dan sistematis dalam berpikir.
         Pembelajaran dengan pendekatan saintific menuntut siswa harus dapat menggunakan metode-metode ilmiah yaitu menggali pengetahuan melalui mengamati, mengklasifikasi memprediksi, merancang, melaksanakan eksperimen mengkomunikasikan pengetahuannya kepada orang lain dengan menggunakan keterampilan berfikir, dan menggunakan sikap ilmiah seperti ingin tahu, hati-hati, objektif, dan jujur. Dengan demikan, dalam konteks pembelajaran maka makalah ini memfokuskan kepada:
Seperti apakah konstruksi Pembelajaran dengan Pendekatan Saintific?
Bagaimanakah implementasi Pembelajaran dengan Pendekatan Saintific?
Bagaimanakah sistem penilaian yang relevan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan saintific?

Tinjauan Teoretik
Metode ilmiah berakar dari pengetahuan yang diperoleh dengan menemukan masalah melalui observasi, eksperimen, dan melalui proses penalaran dan logika obyektif. Menurut Aragon (2007: 9), metode ilmiah didefinisikan sebagai: “systematic process for acquiring new knowledge that uses the basic principle of deductive (and to a lesser extent inductive) reasoning. It’s considered the most rigorous way to elucidate cause and effect, as well as discover and analyze less direct relationships between agents and their associated phenomena.” Metode ilmiah adalah "proses yang sistematis untuk memperoleh pengetahuan baru yang menggunakan prinsip dasar penalaran deduktif (dan pada tingkat lebih rendah induktif). Ini dianggap sebagai cara yang paling ketat untuk menjelaskan sebab dan akibat, serta menemukan dan menganalisis hubungan yang kurang langsung antara agen dan fenomena yang terkait. " 
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Deduktif atau deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan (Suria-sumantri, 2005: 48-49). 
Dalam konteks berpikir, deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Berbeda dengan berpikir induktif, induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Proses yang berkaitan temuan ke dunia nyata dikenal sebagai induksi, atau penalaran induktif, dan merupakan cara berhubungan temuan ke alam semesta di sekitar kita. Kedua penalaran tersebut dapat digambarkan dalam siklus metode ilmiah sebagai berikut:


    Gambar 1. Siklus Metode Ilmiah
                               (Diadopsi dari: Martyn Shuttleworth, 2009)

Pendekatan saintific  dengan demikian mengkaji cara-cara untuk mendapat pengetahuan baru yang dipelajari dengan menggunakan proses yang sistimatis. Proses sistimatis ini memadukan dua penalaran yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penggunaan pendekatan saintific dalam pembelajaran mem-bawa iklim berpikir rasional yakni mendasarkan kesimpulan pada kecerdasan, logika dan bukti empirik. 


Metodologi
Di dalam kajian ini metode yang digunakan adalah studi dokumen. Dokumen yang menjadi acuan analisis berupa buku, jurnal, dan hasil penelitian terkait dengan pembelajaran sains. Analisis konsep-konsep pendekatan sains dipaparkan dalam konteks praktis pembelajaran. Sedangkan hasil penelitian para pakar digunakan untuk menguatkan pembahasan terhadap ketiga rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini.

Pembahasan
Konstruksi Pembelajaran dengan Pendekatan Saintific
Pendekatan saintific  dalam proses ilmiah merupakan suatu cara untuk mempelajari aspek-aspek tertentu dari alam secara terorganisir, sistematik dan melalui metode-metode saintifik yang terbakukan. Ruang lingkup sains terbatas pada pada hal-hal yang dapat dipahami oleh indera (penglihatan, sentuhan, pendengaran, rabaan, dan pengecapan).
Sedangkan yang disebut metode saintifik adalah langkah-langkah yang tersusun secara sistematik untuk memperoleh suatu kesimpulan ilmiah. Metode saintifik juga sering disebut metode induktif  karena dalam prosesnya, metode saintifik dimulai dari hal-hal yang bersifat spesifik ke kesimpulan yang bersifat general. Metode saintifik pada dasarnya merujuk pada model penelitian yang dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626). Model tersebut memiliki langkah-langkah :
Mengidentifikasi masalah ( dari fakta yang ditemukan di lingkungan )
Mengumpulkan data yang sesuai dengan permasalahan yang ditemukan
Memilah data yang sesuai dengan permasalahan
Merumuskan hipotesis ( dugaan ilmiah yang menjelaskan data dan permasalahan yang ada sehingga dapat menentukan langkah penyelesaian masalah lebih lanjut)
Menguji hipotesis dengan mencari data yang lebih faktual ( mengadakan eksperimen)
Menguji keakuratan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya agar dapat mentukan tindakan terhadap hipotesis tersebut (mengkonfirmasi, memodifikasi, ataupun menolak hipotesis).   
Implikasi dalam pembelajaran berkenaan dengan hakikat metode saintific di atas, maka “pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pem-buktian” atau “pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum–hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Pembelajaran dengan pendekatan saintific dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan dengan menggunakan peng-amatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Penekanan belajar tampak bahwa siswa aktif berproses, ini secara operasional membawa kepada situasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintific, menghadirkan keterampilan proses pada siswa. 
Langkah-langkah belajar dengan pendekatan proses, tidak lain merupakan refleksi dari pertanyaan “mengapa para ilmuwan bisa menemukan teori atau hukum dalam ilmu pengetahuan?” Sebenarnya, mereka bukan orang-orang yang super, tetapi mereka memiliki kelebihan dalam hal ketekunan, kerajinan, serta tidak mudah merasa putus asa. Keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan saja, tetapi harus didukung dengan kerja keras dan ketekunan sehingga dapat diperoleh suatu keberhasilan.
Para ilmuwan tersebut bekerja secara sistematis, tekun, teliti, dan disiplin. dengan  metode ilmiah seperti dikembangkan Bacon. Cara mempelajari ilmu pengetahuan dengan menggunakan keterampilan proses akan mendekatkan siswa memiliki pengalaman belajar yang lebih lengkap dan tidak terjebak dalam belajar hafalan.  Secara operasional pendekatan saintific dalam pembelajaran yang menekankan pada keterampilan proses, meliputi kegiatan: observasi, menggolongkan, menafsirkan, memperkirakan, mengajukan pertanyaan, dan mengidentifikasi variabel.  Dengan mekanisme pembelajaran tersebut siswa dalam belajar akan ‘menemukan’ pengetahuan itu dengan  sendirinya. 
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti: mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Perlu diketahui pendekatan keterampilan proses ini sebenarnya sudah digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar. 
Dalam pendekatan proses, ada  hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan, yakni proses mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian integral dari diri peserta didik, bukan lagi potongan-potongan pengalaman yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri. Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri siswa dalam setiap proses pendidikan yang dialaminya. Proses mengalami yang dilakukan dalam kegiatan observasi dapat ditinjau esensialnya dalam uraian berikut.
Esensi Aktivitas Siswa  dalam Observasi
Ketika mengamati fenomena ilmuwan suka mengerahkan tingkat tertentu kontrol. Ketika menggunakan kontrol, siswa/ilmuwan menyelidiki efek dari berbagai faktor satu per satu. Tujuan utama untuk siswa/ilmuwan ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang faktor-faktor yang benar-benar menghasilkan fenomena. Dalam proses kerja saintific, kontrol ketat adalah fitur utama sains. Pendekatan non-ilmiah untuk pengetahuan sering dibuat tanpa sistem. Pendekatan non-ilmiah tidak berusaha untuk mengendalikan banyak faktor yang dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang mereka hadapi (tidak tahan kondisi konstan). Kurangnya kontrol ini membuat sulit untuk menentukan hubungan sebab-akibat (terlalu banyak mengacaukan, variabel bebas yang tidak diinginkan).
Esensi Siswa dalam Melaporkan Hasil Observasi
Dua orang menyaksikan peristiwa  yang sama tetapi hasil yang dilaporkan dapat berbeda. Hal ini sering terjadi karena bias individu dan pandangan subyektif. Karakteristik ini adalah ciri-ciri umum di kalangan non-ilmuwan (non-saintis). Laporan mereka seringkali melampaui apa yang baru saja diamati dan melibatkan spekulasi. Dalam buku Metode Penelitian dalam Psikologi (Shaughnessy & Zechmeister 1990), contoh yang sangat baik diberikan menunjukkan perbedaan antara pelaporan ilmiah dan non-ilmiah. Sebuah ilustrasi disediakan menampilkan dua orang yang berjalan di sepanjang jalan dengan satu orang yang berjalan di depan yang lain. Ilmuwan akan melaporkannya dalam cara itu hanya dijelaskan. Non-ilmuwan dapat mengambil langkah lebih lanjut dan melaporkan satu orang yang mengejar yang lain atau mereka berlomba. Ini bukan informasi yang obyektif namun spekulasi.

Esensi Konsep dalam Pembelajaran
Banyak pelajaran yang dibahas secara rutin meskipun siswa tidak tahu persis tentang apa yang didiskusikan. Siswa mungkin memiliki gagasan tentang apa yang dibicarakan (meskipun ide-ide siswa mungkin benar-benar berlawanan). Meskipun siswa tidak dapat dengan tepat menentukan konsep yang dibicarakan, ini menyebabkan siswa  terjebak dalam pembahasan yang buntu. Ilmuwan berpikir dengan berpijak pada definisi operasional (berdasarkan set operasi yang menghasilkan hal yang didefinisikan) dengan konsep. Sebuah contoh dari definisi operasional berikut: kelaparan kebutuhan fisiologis untuk makanan, konsekuensi dari kekurangan makanan. Setelah definisi operasional telah ditetapkan komunikasi dapat bergerak maju.
Esensi Instrumen/Alat Ukur dalam Pembelajaran
Dalam kehidupan sehari-hari banyak instrumen yang digunakan untuk mengukur peristiwa. Instrumen umum termasuk alat pengukur gas, timbangan, dan timer. Instrumen ini tidak terlalu tepat dibandingkan dengan instrumen yang lebih tepat digunakan dengan pendekatan ilmiah. 
Esensi Pengukuran dalam Pembelajaran
Sebuah instrumen dapat memberikan tingkat akurasi dan ketepatan tapi masih kekurangan nilai jika pengukurannya adalah non-valid. Aspek penting lain dari pengukuran adalah kehandalan. Pengukuran dikatakan dapat diandalkan ketika hasilnya konsisten. Dalam konteks ilmu pengetahuan adalah penting untuk pengukuran dapat diandalkan. Di kalangan non-ilmuwan justru kurang penekanan pada keandalan.

2. Implementasi Pembelajaran dengan Pendekatan Saintific 
Keberhasilan pendekatan dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintific adalah pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung baik menggunakan observasi, eksperimen maupun cara yang lainnya, sehingga realitas yang akan berbicara sebagai informasi atau data yang diperoleh selain valid juga  dapat dipertanggungjawabkan. Dengan menggunakan metode ilmiah, maka untuk mendapatkan pengetahuan para ilmuwan berusaha untuk membiarkan realitas berbicara sendiri, membahas mendukung teori ketika prediksi teori ini sudah dikonfirmasi dan menentang teori ketika prediksinya terbukti tidak teruji.
Fakta empirik tentang keberhasilan pendekatan saintific dalam pem-belajaran dilaporkan oleh Mulyono, dkk (2012), bahwa perangkat pembelajaran dengan pendekatan scientific skill teknologi fermentasi berbasis masalah lingkungan pada limbah produksi tempe-tahu, yaitu meliputi silabus, RPP, bahan ajar, lembar diskusi peserta didik (LDPD), dan lembar penilaian scientific skill. Hasil analisis menunjukkan perangkat pembelajaran sangat valid, efektif, dan praktis diterapkan. Pendekatan saintific dalam pembelajaran yang membawa proses mendapatkan pengetahuan diantaranya juga dilakukan melalui eksperimen, mendorong siswa belajar metode penelitian. Implikasi ini ternyata positif, yakni ada beberapa penelitian menunjukkan bahwa belajar tentang metodologi penelitian dapat meningkatkan berpikir dalam bidang kehidupan lainnya (Lehman, Lempert, & Nisbett, 1988).
Gagne, menyebutkan bahwa dengan mengembangkan keterampilan Sains anak akan dibuat kreatif, dan mampu mempelajari sains di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat. Dengan menggunakan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai. 
Tujuan pembelajaran sains akan tercapai jika terdapat keberhasilan penilaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan intelektual, aspek afektif erat kaitannya dengan sikap dan emosi, dan aspek psikomotor berkaitan dengan keterampilan. Ketiga aspek tersebut searah dengan hakikat sains yang harus ditinjau dari segi produk, proses, dan sikap ilmiah. Penguasaan aspek-aspek tersebut pada siswa dapat dilihat dari hasil belajar. 
Penerapan pendekatan saintific yang diangkat dalam contoh berikut adalah pada pembelajaran mata pelajaran Biologi.  Berikut ini langkah-langkah belajar dengan pendekatan saintific melalui operasionalisasi keterampilan proses, sebagaimana diuraikan oleh Budiyanto (2013), sebagai berikut:
a.  Mengobservasi
Observasi merupakan hasil dari pengamatan melalui indera, siswa akan belajar dengan mencari gambaran atau informasi tentang objek yang diamati. Hasil apa saja yang kita peroleh dari suatu pengamatan? Coba Anda sebutkan fungsi alat indera kita. Dengan mata, kita bisa melihat bentuk, warna, serta gerak suatu objek. Dengan alat pendengaran, kita bisa mendengar bunyi atau suara. Dengan lidah, kita bisa merasakan berbagai rasa, dengan perabaan bisa mengetahui permukaan objek, adapun dengan penciuman kita bisa merasakan macam-macam bau. Dalam mempelajari biologi, kegiatan observasi ini bisa dibantu dengan alat bantu, antara lain mikroskop, kertas lakmus, lup, termometer, penggaris, dan sebagainya. Hasil observasi dapat berupa gambar, bagan, tabel, atau grafik.
b.  Menggolongkan
Untuk memudahkan cara mempelajari suatu objek, maka kita lakukan penggolongan suatu objek itu. Jika kita melakukan kegiatan untuk menggolongkan makhluk hidup, maka hasilnya dapat berupa bagan. Contoh: Jika Anda diminta membuat penggolongan tanaman kembang merak, kembang sepatu, rumput, palem maka contoh hasilnya bagan sebagai berikut.
c.  Menafsirkan
Menafsirkan artinya memberikan arti terhadap suatu kejadian berdasarkan kejadian lainnya. Ketika menafsirkan suatu data, hendaknya kita menggunakan acuan atau patokan.
Contoh: Suatu hari Anda menanam 10 tanaman cabai di halaman rumah. Tanaman cabai itu tumbuh dengan subur. Karena beberapa hari kurang perawatan, akhirnya 5 tanaman cabai mati. Contoh penafsirannya, ada penurunan jumlah populasi tanaman cabai sebesar 5 10 Biji berkeping satu Biji berkeping dua × 100% = 50%. Penurunan populasi ini mungkin disebabkan oleh pengaruh cuaca, kekurangan air, suhu, atau kelembapan udara.

d.  Memperkirakan
Kegiatan memperkirakan bukan berarti meramalkan, tetapi membuat perkiraan berdasarkan pada kejadian sebelumnya atau hukum-hukum yang berlaku. Contoh: Anda mengamati pertumbuhan tanaman cabai. Pada hari ke-5 tingginya 4 cm, pada hari ke-10 tingginya 6 cm, hari ke-15 tingginya 8 cm, dan pada hari ke-20 tingginya 10 cm. Jika dibuat menjadi sebuah grafik.

e.  Mengajukan Pertanyaan
Seringkah Anda memiliki naluri ‘ingin tahu’ untuk mengetahui suatu permasalahan? Untuk menemukan suatu permasalahan, Anda harus dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa, bagaimana, di mana, kapan, mengapa, dan siapa terhadap suatu objek. Contohnya, suatu saat Anda mengamati tanaman cabai di sekitar rumah. Tanaman cabai tersebut sepertinya terlihat akan mati karena banyak daun yang mulai layu dan menguning, serta banyak bunga yang berguguran. Selanjutnya, tentu akan timbul pertanyaan untuk mengetahui permasalahan tersebut. Bagaimana ciri tanaman cabai yang subur dan tanaman cabai yang tidak subur? Adakah ciri-ciri ketidaksuburan pada tanaman cabai yang Anda amati? Pada bagian mana tanaman itu terganggu? Mengapa tanaman cabai menjadi tidak subur?
   Semua pertanyaan itu perlu dicari jawabannya. Di antara pertanyaan itu, ada yang bisa dijawab dan ada yang belum bisa dijawab. Pertanyaan yang belum terjawab merupakan permasalahan yang harus dicari jawabannya, misalnya dengan cara membaca laporan-laporan dari penemuan sebelumnya atau bisa juga dengan cara lain.

f.  Mengidentifikasi Variabel
Tentu Anda mengetahui bahwa pertumbuhan tanaman cabai membutuhkan tanah sebagai tempat tumbuhnya yang ditunjang dengan pupuk, air, pH, cahaya, suhu, serta udara. Faktor-faktor pendukung itulah yang dimaksud dengan variabel. Jadi, variabel merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dan memiliki nilai (ukuran tertentu) serta dapat berubah atau diubah.
  Ada tiga jenis variabel, yaitu variabel bebas, variabel kontrol, dan variabel terikat. Pada contoh tersebut, tanah sebagai variabel bebas karena akan diteliti pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman cabai. Variabel bebas adalah faktor yang dapat dibuat bervariasi. Adapun faktor seperti cahaya, suhu, pH, air, udara, dan pupuk merupakan variabel kontrol, yaitu faktor lain yang ikut berpengaruh dan dibuat sama serta terkendali, sedangkan pertumbuhan tanaman cabai sebagai variabel terikat, yaitu faktor yang muncul akibat variabel bebas.

3. Sistem Penilaian dalam Pembelajaran dengan Pendekatan Saintific
Salah satu komponen penting dalam sistem pembelajaran adalah penilaian atau evaluasi. Oleh karena itu, perangkat penilaian merupakan bagian integral yang dikembangkan berdasarkan tuntutan tujuan pendidikan. Menurut Arikunto (2009), penilaian dalam pendidikan merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan ketercapaian tujuan pendidikan, bahkan aktivitas penilaian dapat pula digunakan untuk mengambil keputusan. Penilaian dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang kemajuan atau pencapaian kompetensi siswa.
Dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan oleh guru untuk mengukur perkembangan hasil belajar siswa sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Selain itu, penilaian juga dilakukan untuk mendiag-nosis kesulitan belajar dan memberikan umpan balik kepada siswa. Penilaian dilakukan secara terus menerus guna memastikan terjadinya kemajuan dalam belajar siswa. Hasil penilaian yang diperoleh, dapat dijadikan sebagai dasar menentukan keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran. Dalam hal ini upaya bimbingan terhadap siswa, yang diperlukan untuk memperbaiki hasil pembelajaran.
Menurut Rezba (1999), ada tiga dimensi pengetahuan yang penting untuk dievaluasi, yakni:
Dimensi  konten atau isi dari ilmu pengetahuan. Dimensi ini merupakan dimensi ilmu pengetahuan yang sangat penting dan umumnya menjadi bahan pemikiran pertama. 
Dimensi proses sains. Dalam hal ini adalah keterampilan proses sains yang digunakan para ilmuan dalam kerja ilmiah. Ketika siswa belajar sains menggunakan pendekatan keterampilan proses sains, maka pada saat yang sama juga belajar tentang keterampilan proses sains.
Dimensi sikap ilmiah. Dimensi ini fokus pada sikap dan “watak” yang menjadi karakter dari sains. Dimensi ini mencakup hal-hal seperti rasa keingintahuan dan kemampuan imajinasi, antusiasme dalam mengajukan pertanyaan dan menyelesaikan masalah. Selain itu, sikap ilmiah yang diperlukan adalah penghargaan terhadap metode dan nilai-nilai ilmiah. 
Ketiga dimensi penilaian di atas sesuai dengan prinsip-prinsip evaluasi dalam penilaian pembelajaran  yang lengkap yang mencakup domain kognitif, psikomotorik, dan afektif. Oleh karena itu, sistem penilaian pembelajaran dengan pendekatan saintific harus mampu  mengukur penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tulis obyektif dan subyektif. Realita tersebut menunjukkan bahwa penilaian dengan cara konvensional belum mampu mengungkap hasil belajar siswa dari aspek sikap dan proses atau kinerja siswa secara aktual. 
Target hasil belajar yang diharapkan dicapai siswa setelah berlangsungnya proses pembelajaran tertuang dalam tujuan pembelajaran agar tercapai penilaian otentik yang reliabel. Untu ini diperlukan upaya meminimalkan adanya faktor penyebab perbedaan keputusan penskoran terhadap kinerja yang sama. Reliabilitas dalam penskoran sangat dituntut demi keadilan bagi peserta didik. Hal ini dapat diupayakan dengan menselaraskan antara komponen yang menyangkut proses dan evaluasi yang menghasilkan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar. 
Penilaian (evaluasi) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Dalam konteks pendekatan saintific maka diperlukan asesmen alternatif (alternative assessment) yakni segala jenis bentuk asesmen di luar asesmen konvensional (selected respon test dan paper-pencil test) yang lebih autentik dan signifikan mengungkap secara langsung proses dan hasil belajar siswa. 
Penilaian otentik yang juga diartikan sebagai proses penilaian performance siswa dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam situasi nyata, guru dapat menetapkan kriteria kinerja dan penskoran yang memenuhi aspek reliabilitas dan validitas. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti tes tertulis (paper and pencil test), kumpulan hasil kinerja siswa (portofolio), penilaian produk 3 dimensi, dan penilaian unjuk kerja siswa. 

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan terhadap ketiga masalah yang menjadi focus kajian makalah ini dapat dsimpulkan sebagai berikut:
1. Konstruksi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintific pada dasarnya menghadirkan keterampilan proses  sehingga pembelajaran dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses, seperti: observasi, menggolongkan, menafsirkan, memperkirakan, mengajukan pertanyaan,  mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan, sehingga dengan mekanisme pembelajaran tersebut siswa dalam belajar akan ‘menemukan’ pengetahuan itu dengan  sendirinya. 
2.  Impelemantasi pembelajaran dengan pendekatan saintific secara operasional merupakan penerapan keterampilan proses siswa dalam hal: 
a.  Mengobservasi, yakni: mencari gambaran atau informasi tentang objek 
    observasi atau pengamatan melalui indera.
b.  Menggolongkan, yakni keterampilan untuk memperoleh informasi 
     berkenaan dengan ciri-ciri kesamaan makhluk hidup. 
c.  Menafsirkan, yakni memberikan arti terhadap suatu kejadian 
     berdasarkan menggunakan acuan atau patokan. 
d.  Memperkirakan, yakni membuat perkiraan berdasarkan pada kejadian 
     sebelumnya atau hukum-hukum yang berlaku. 
e.  Mengajukan Pertanyaan, yakni menyampaikan secara verbal  naluri 
    ‘ingin tahu’ untuk mengetahui suatu permasalahan. 
f.  Mengidentifikasi Variabel, yakni mengetahui faktor-faktor yang 
     berpengaruh dan memiliki nilai (ukuran tertentu) serta dapat berubah 
     atau diubah.
3. Sistem penilaian pembelajaran dengan pendekatan saintific harus mampu  mengukur tiga dimensi pengetahuan yang penting, yakni: dimensi  konten atau isi dari ilmu pengetahuan, dimensi proses sains, dan dimensi sikap ilmiah. Dalam konteks pendekatan saintific maka diperlukan asesmen alternatif (alternative assessment) yakni segala jenis bentuk asesmen di luar asesmen konvensional (selected respon test dan paper-pencil test) yang lebih autentik dan signifikan mengungkap secara langsung proses dan hasil belajar siswa. Seperti, penilaian otentik sebagai proses penilaian performance siswa dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam situasi nyata. 



DAFTAR PUSTAKA
Aragon, A. Girth Control: The Science of Fat Loss and Muscle Gain. Alan Aragon Publishing, 2007.

Budiyanto. Metode Model Pembelajaran dan Strategi Pembelajaran. http:// budisma.web.id/materi/sma/kelas-x-biologi/belajar-pendekatan-proses. 17 April 2013.
“Definisi Sains”. http://www.sciencemadesimple.com/science-definition.html. 17 April 2013
Hale, Jamie. Scientific & Nonscientific Approaches To Knowledge. Hale J. (2007) The Fitness Skeptic. [Online] 25 August 2008. http://www. Maxcon-dition. com/page.php?105. Akses 13 April 2013.
       Mahmuddin.  Pentingnya Penilaian Keterampilan Proses Sains.  10 April, 2010.
Mulyono, S. Yatin, Siti Harnina Bintari, Enni Suwarsi Rahayu., dan Priyantini Widiyaningrum. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Pendekatan Scientific Skill Teknologi Fermentasi Berbasis Masalah Lingkungan”. Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan, Uniniversitas Negeri Semarang, Vol. 41. No. 1. Tahun 2012.
Mulyana, Edi Hendri. Penilaian dan Asesmen Dalam Pembelajaran IPA. UPI Bandung, 2009.
Peraturan Mendiknas Nomor: 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian.
Shuttleworth, Martyn. What is the Scientific Method? (Jun 26, 2009). http://explorable.com/what-is-the-scientific-method. Akses 12 April 2013.
Suriasumantri,  Jujun S. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANAK KELAS DIALYPETALAE

MAKALAH ANAK KELAS DIALYPETALAE Makalah Ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah botani tumbuhan tinggi Dosen Pengampu: Dr.Achyani...